Jakarta – Krisis politik Korea Selatan sektor pariwisata Korea Selatan tengah menghadapi masa-masa genting. Pasca-pengumuman dan pencabutan darurat militer, kekhawatiran akan dampak krisis politik terhadap industri ini semakin meningkat. Banyak wisatawan asing yang dilaporkan membatalkan perjalanan mereka ke Negeri Ginseng.
Ancaman Terhadap Pemulihan Pariwisata
Reuters melaporkan pada Kamis (12/12/2024) bahwa klinik bedah plastik, perusahaan tur, hingga jaringan hotel merasa was-was. Industri perhotelan Korea Selatan, yang masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi, kini terancam oleh gejolak politik yang berkepanjangan.
Baca Juga : Insiden Juliana di Gunung Rinjani, Warganet Brasil Banjiri IG Prabowo
Sebagai informasi, sektor perjalanan dan pariwisata Korea Selatan menghasilkan 84,7 triliun won (sekitar $59,1 miliar) pada tahun 2023, menyumbang 3,8% dari PDB negara tersebut. Industri ini sebenarnya sudah teruji dalam menghadapi berbagai rintangan, termasuk pemakzulan presiden pada tahun 2016 dan ketegangan dengan Korea Utara. Namun, mereka menganggap keterlibatan militer dalam krisis politik kali ini sebagai masalah yang jauh lebih serius.
Lebih dari selusin sumber dari sektor perhotelan dan administrasi mengungkapkan bahwa kejadian ini bisa menghambat perjalanan wisata dan bisnis. Padahal, sebelum krisis ini, jumlah pengunjung asing sudah mencapai 97% dari tingkat sebelum COVID pada Oktober lalu, mendekati pemulihan penuh.
Pembatalan Meningkat, Seoul Menjamin Keamanan Krisis politik Korea Selatan
Wali Kota Seoul, Oh Se-hoon, mengakui adanya kekhawatiran. “Ada kekhawatiran bahwa masalah keamanan di Seoul akan berdampak buruk pada industri pariwisata,” ujarnya saat bertemu dengan pejabat industri pariwisata pada Rabu lalu. Ia juga menambahkan, “Ada semakin banyak contoh wisatawan asing yang membatalkan kunjungan ke Seoul dan memperpendek masa tinggal mereka.” Meski demikian, Oh Se-hoon tetap menegaskan “Seoul aman” dalam bahasa Inggris, Mandarin, dan Jepang kepada media.
Meski kehidupan sehari-hari dan aktivitas pariwisata terus berjalan normal, dan para analis mencatat bahwa sistem check and balance kelembagaan Korea Selatan tampaknya berfungsi, pembatalan pemesanan tetap terjadi. Beberapa wisatawan juga menyuarakan kekhawatiran akan kemungkinan perubahan kondisi.
Grup hotel Accor, yang menaungi merek-merek ternama seperti Fairmont dan Sofitel, mencatat peningkatan pembatalan sekitar 5% sejak 3 Desember dibandingkan bulan November. Asosiasi Start-up Pariwisata Korea bahkan menyebutkan penurunan tajam dalam pemesanan untuk paruh pertama tahun 2025. Kamar-kamar yang sebelumnya penuh di hotel-hotel Seoul kini “tersedia” karena pembatalan, bahkan beberapa agen terpaksa menurunkan harga untuk menarik pemesanan.
Baca Selengkapnya : Kota Khusus Seoul, adalah ibu kota Korea Selatan