Jakarta – Presiden Republik Indonesia ke-2, Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto, secara resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini, yang diumumkan pada upacara di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (10/11), memicu kembali diskusi dan perdebatan di masyarakat Indonesia mengenai rekam jejak kepemimpinan Soeharto.
Baca Juga : Suarajiwa: Harmoni Lintas Batas Merayakan 75 Tahun Hubungan Diplomatik Prancis-Indonesia Melalui Musik
Meskipun demikian, pihak keluarga Soeharto menegaskan sikap tidak mempermasalahkan polemik yang muncul di tengah publik terkait penganugerahan tersebut. Mereka berfokus pada pengakuan atas jasa-jasa Soeharto yang dinilai tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.
Respons Keluarga: Menerima Jasa dan Menghargai Perbedaan Pandangan
Perwakilan keluarga Soeharto yang hadir dalam upacara penganugerahan tersebut antara lain putri sulung, Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (Tutut Soeharto); putra, Bambang Trihatmodjo; dan putri, Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto).
Momen haru terjadi setelah upacara, di mana para ahli waris saling bersalaman dan berpelukan erat, menunjukkan rasa syukur atas pengakuan negara.
Menanggapi kontroversi yang mengiringi, Titiek Soeharto menyampaikan pandangan yang menekankan pada nilai-nilai perjuangan mendiang ayahnya.
“Yang penting adalah kita melihat apa yang telah dilakukan bapak saya dari sejak muda sampai beliau wafat itu semua perjuangan untuk negara dan masyarakat Indonesia,” ujarnya. “Jadi, boleh-boleh saja ada kontra, tapi juga jangan ekstrem. Yang penting kita jaga persatuan dan kesatuan.”
Senada dengan itu, Tutut Soeharto menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Presiden Prabowo dan seluruh masyarakat yang mendukung. Ia juga menunjukkan sikap lapang dada terhadap pihak-pihak yang masih kontra atau belum sepenuhnya mendukung keputusan tersebut.
“Untuk yang kontra dan belum mendukung, kami juga keluarga tidak merasa dendam, kecewa atau gimana. Memang negara kita kan kesatuan, banyak macam-macamnya, ya monggo-monggo saja,” kata Tutut.
Tutut Soeharto menambahkan keyakinannya bahwa keputusan Presiden Prabowo, yang memiliki latar belakang militer, dibuat berdasarkan pemahaman mendalam tentang jasa-jasa dan rekam jejak Soeharto, serta mempertimbangkan berbagai aspirasi yang berkembang.
Konteks Penganugerahan: Bersama Tokoh Bangsa Lain
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dilakukan bersama dengan sembilan tokoh bangsa lainnya yang dinilai memiliki kontribusi signifikan di berbagai bidang perjuangan. Hal ini menempatkan pengakuan terhadap Soeharto dalam bingkai yang lebih luas mengenai apresiasi negara terhadap tokoh-tokoh bersejarah.
Berikut adalah daftar lengkap 10 tokoh yang menerima gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2025:
| No. | Nama Tokoh (Almarhum/Almarhumah) | Bidang Perjuangan Utama |
| 1. | K.H. Abdurrahman Wahid | Politik dan Pendidikan Islam |
| 2. | Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto | Perjuangan Bersenjata dan Politik |
| 3. | Marsinah | Sosial dan Kemanusiaan |
| 4. | Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja | Hukum dan Politik |
| 5. | Hajjah Rahmah El Yunusiyyah | Pendidikan Islam |
| 6. | Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo | Perjuangan Bersenjata |
| 7. | Sultan Muhammad Salahuddin | Pendidikan dan Diplomasi |
| 8. | Syaikhona Muhammad Kholil | Pendidikan Islam |
| 9. | Tuan Rondahaim Saragih | Perjuangan Bersenjata |
| 10. | Zainal Abidin Syah | Politik dan Diplomasi |
Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, yang dicantumkan dalam Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik, secara implisit mengakui perannya sejak masa perjuangan kemerdekaan, termasuk peran militernya, hingga kepemimpinannya dalam masa Orde Baru.
Mencari Titik Tengah dalam Sejarah
Keputusan pemerintah untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto telah lama menjadi isu yang sensitif, mengingat kontroversi seputar pelanggaran HAM dan praktik korupsi di masa pemerintahannya (Orde Baru). Di sisi lain, pendukung keputusan ini seringkali merujuk pada stabilitas politik, pembangunan infrastruktur, dan pencapaian swasembada pangan yang terjadi di era tersebut.
Sikap keluarga yang menerima pro dan kontra dengan lapang dada dapat dilihat sebagai upaya untuk memosisikan jasa Soeharto dalam perspektif sejarah yang lebih utuh, di mana setiap tokoh memiliki sisi positif dan negatif. Hal ini sejalan dengan seruan keluarga untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah perbedaan pandangan sejarah.
