Jakarta – Kebijakan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang menggunakan sebagian besar dividen BUMN untuk membeli surat utang atau obligasi negara menuai kritik tajam dari Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Menanggapi hal tersebut, Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Patria Sjahrir, memberikan klarifikasi, menegaskan bahwa langkah investasi tersebut merupakan strategi yang bersifat sementara.
Baca Juga : ANAKANGSA Dunia Judi: Antara Hiburan, Risiko, dan Psikologi Manusia
Kritik dari Menkeu Purbaya muncul setelah terungkap bahwa Danantara menghimpun dividen BUMN sekitar Rp 80 triliun hingga Rp 90 triliun tahun ini, dan sebagian dana tersebut dialokasikan untuk membeli obligasi (Surat Berharga Negara/SBN). “Saya tadi sempat kritik, kalau Anda taruh obligasi begitu banyak di pemerintahan, keahlian Anda apa?” ujar Purbaya pada Rabu (15/10/2025), mempertanyakan peran lembaga investasi negara jika hanya berinvestasi pada instrumen utang pemerintah sendiri.
Keterbatasan Waktu dan Likuiditas sebagai Alasan Utama
Pandu Sjahrir menjelaskan bahwa keputusan untuk menempatkan dana di pasar obligasi didorong oleh faktor urgensi agar Danantara dapat segera memulai aktivitas investasinya. Mengingat sisa waktu hanya sekitar dua bulan (hingga akhir tahun 2025), Danantara memilih instrumen yang paling cepat dan likuid, yaitu pasar obligasi.
“Ini kan untuk bisa Danantara Investment mulai. Nah kebetulan kita hanya ada waktu 2 bulan ya, ya salah satunya memang yang kita harus bisa yang paling cepat, kita harus cari market yang paling likuid. Ya salah satunya memang di pasar bond, bond market,” jelas Pandu di Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025). Dengan kata lain, penempatan dana di SBN merupakan langkah temporer untuk mengoptimalkan dana yang tersedia sambil menunggu kesiapan proyek-proyek investasi jangka panjang.
Komitmen Jangka Panjang: Memperdalam Pasar Modal
Pandu menegaskan bahwa strategi investasi Danantara tidak hanya terbatas pada obligasi, melainkan akan dikombinasikan antara investasi jangka pendek (seperti obligasi) dan jangka panjang, mencakup pasar modal (ekuitas/saham) dan pasar obligasi.
Ia menekankan bahwa misi utama Danantara adalah memperdalam pasar modal Indonesia. Menurutnya, dengan pendanaan yang semakin besar setiap tahun, diperlukan upaya serius untuk meningkatkan volume perdagangan harian di pasar saham. Saat ini, volume perdagangan harian bursa Indonesia baru mencapai sekitar US$ 1 miliar, tertinggal jauh dari India yang kini berkisar antara US$ 12 miliar hingga US$ 15 miliar, padahal sebelumnya kedua negara berada pada level yang sama.
“Kita pengin di public market equity, tapi equity itu memang perlu likuiditas yang lebih banyak, ya tadi saya sebutkan kita hanya US$ 1 miliar per hari, itu harus ditingkatkan, harus bisa US$ 5 atau US$ 8 miliar per hari, dan nggak boleh kalah juga dengan India contohnya,” tutup Pandu.
Pandu meyakinkan bahwa ke depan, Danantara akan fokus pada proyek-proyek riil yang mendorong pertumbuhan ekonomi, seiring dengan komitmen untuk melakukan perbaikan dan menyesuaikan strategi investasi setelah periode awal penempatan dana di obligasi berakhir.