Jakarta – Babak baru kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor) memasuki agenda penuntutan. Lima terdakwa, termasuk mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan tiga hakim yang memvonis lepas korporasi migor, dituntut hukuman penjara yang berat, menandakan keseriusan jaksa dalam memberantas praktik mafia peradilan.
Persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Rabu (29/10), mengungkap keyakinan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap untuk memengaruhi putusan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) atau minyak goreng.
Tuntutan Maksimal untuk Koordinator Penerima Suap
Muhammad Arif Nuryanta, yang saat peristiwa terjadi menjabat sebagai mantan Ketua PN Jakarta Selatan dan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menjadi terdakwa dengan tuntutan terberat. Jaksa meyakini Arif terbukti berperan penting dalam penerimaan suap tersebut.
Rincian Tuntutan Muhammad Arif Nuryanta:
- Pidana Penjara: 15 tahun, dikurangi masa tahanan.
- Denda: Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
- Uang Pengganti: Rp 15,7 miliar subsider 6 tahun penjara.
Arif diyakini melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Uang pengganti yang dituntut sesuai dengan bagian suap yang didakwakan diterima olehnya.
Tiga Hakim Pemvonis Lepas Dituntut 12 Tahun Penjara
Tiga hakim yang merupakan Majelis Hakim Pemvonis Lepas, yaitu Djuyamto (Ketua Majelis), Agam Syarief Baharudin (Anggota), dan Ali Muhtarom (Anggota), juga menghadapi tuntutan yang sama-sama berat, yakni 12 tahun penjara. Ketiganya didakwa menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait putusan yang membebaskan korporasi minyak goreng tersebut.
Rincian Tuntutan 3 Hakim (Djuyamto dkk): | Terdakwa | Pidana Penjara | Denda (Subsider Kurungan) | Uang Pengganti (Subsider Penjara) | | :— | :— | :— | :— | | Djuyamto | 12 tahun | Rp 500 juta (6 bulan) | Rp 9,5 miliar (5 tahun) | | Agam S. Baharudin | 12 tahun | Rp 500 juta (6 bulan) | Rp 6,2 miliar (5 tahun) | | Ali Muhtarom | 12 tahun | Rp 500 juta (6 bulan) | Rp 6,2 miliar (5 tahun) |
Tuntutan pidana denda dan uang pengganti ini juga didasarkan pada besaran suap yang didakwa diterima oleh masing-masing hakim.
Mantan Panitera PN Jakut Dihukum Sama
Selain empat hakim, Wahyu Gunawan, mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara, yang diduga menjadi orang kepercayaan Arif Nuryanta, turut dituntut dengan hukuman yang sama dengan tiga hakim pemvonis lepas.
Rincian Tuntutan Wahyu Gunawan:
- Pidana Penjara: 12 tahun, dikurangi masa tahanan.
- Denda: Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
- Uang Pengganti: Rp 2,4 miliar subsider 6 tahun penjara.
Total Suap Rp 40 Miliar dan Konteks Kasus
Menurut surat dakwaan jaksa, total suap yang diterima oleh kelima terdakwa ini diduga mencapai Rp 40 miliar. Dana suap fantastis tersebut diduga berasal dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei, yang merupakan pengacara yang mewakili kepentingan korporasi minyak goreng (termasuk dari Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group) yang kemudian divonis lepas. Para pengacara pemberi suap tersebut kini juga tengah diadili dalam perkara yang sama.
Pembagian suap tersebut dirinci oleh jaksa sebagai berikut:
- Muhammad Arif Nuryanta: Rp 15,7 miliar
- Djuyamto: Rp 9,5 miliar
- Agam Syarief Baharudin: Rp 6,2 miliar
- Ali Muhtarom: Rp 6,2 miliar
- Wahyu Gunawan: Rp 2,4 miliar
Putusan vonis lepas yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim pimpinan Djuyamto pada Maret 2025 (berdasarkan informasi yang didapat dari hasil pencarian) telah dianulir oleh Mahkamah Agung (MA). MA kemudian menjatuhkan hukuman denda dan uang pengganti kepada para korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, membatalkan vonis sebelumnya yang memicu kontroversi.
Di akhir persidangan, suasana haru tak terhindarkan. Istri hakim Djuyamto, Raden Ajeng Temanggung Dyah Ayu Kusuma Wijaya, tampak menangis tersedu-sedu usai mendengar tuntutan yang dijatuhkan kepada suaminya, yang saat itu terlihat mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda. Djuyamto terlihat menenangkan istrinya saat mereka berjalan meninggalkan ruang sidang.
Tuntutan ini menegaskan upaya Kejaksaan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi di lembaga peradilan yang telah mencederai kepercayaan publik.
