Mendorong Kesejahteraan dan Perlindungan: Baleg DPR Usulkan Upah Minimum Guru dalam Revisi UU Guru dan Dosen
Politik

Mendorong Kesejahteraan dan Perlindungan: Baleg DPR Usulkan Upah Minimum Guru dalam Revisi UU Guru dan Dosen

Jakarta – Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengambil langkah signifikan dalam upaya peningkatan kualitas dan martabat profesi pendidik. Setelah mengadakan rapat peninjauan mendalam terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Kementerian Agama (Kemenag), Baleg menilai revisi UU tersebut mutlak diperlukan.

Baca Juga : DPR RI Sahkan RUU Pengelolaan Ruang Udara dan Lantik Anggota Lembaga Negara dalam Rapat Paripurna ke-9

Anggota Baleg DPR, Sugiat Santoso, menyoroti beragam persoalan krusial yang dihadapi guru dan dosen, mulai dari isu kesejahteraan yang memprihatinkan hingga perlindungan hukum profesi yang lemah.


Kesejahteraan Guru: Mengakhiri Gaji Rp 300 Ribu per Bulan

Poin utama yang ditekankan Sugiat adalah ketidakadilan dalam sistem pengupahan guru, terutama bagi mereka yang bertugas di sekolah swasta maupun berstatus honorer di sekolah negeri.

  • Guru Sekolah Swasta: Kesejahteraan mereka sangat bergantung pada kebijakan yayasan, di mana gaji pokok ditentukan berdasarkan jumlah jam mengajar, tanpa adanya standar minimum yang pasti.
  • Guru Honorer Sekolah Negeri: Kondisinya bahkan lebih mengkhawatirkan. Banyak guru honorer yang hanya digaji antara Rp 300 ribu hingga Rp 600 ribu per bulan. Angka ini sering kali disesuaikan dengan ketersediaan dan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), jauh di bawah batas kelayakan hidup.

Usulan Krusial: Penetapan Upah Minimum Guru

Untuk menjamin kesejahteraan, Sugiat mengusulkan agar negara secara teknis menetapkan aturan upah minimum bagi guru di dalam revisi UU Guru dan Dosen.

“Penting bagi negara secara teknis menetapkan upah minimum bagi guru layaknya pemerintah daerah menetapkan upah minimum regional (UMR) bagi masyarakat yang bekerja di sebuah perusahaan,” ujar Sugiat.

Skema penggajian ini nantinya dapat didanai melalui optimalisasi dana BOS dan subsidi khusus dari Pemerintah Pusat. Usulan ini didukung oleh amanat UUD 1945 yang mewajibkan alokasi minimal 20% APBN untuk sektor pendidikan.


Perlindungan Hukum dan Profesionalisme Profesi

Selain kesejahteraan, Baleg juga menyoroti pentingnya memperkuat aspek perlindungan hukum bagi guru. Kasus-kasus seperti pencopotan Kepala SMAN 1 Cimarga yang berujung pada kriminalisasi setelah mendisiplinkan siswa, menjadi contoh nyata lemahnya perlindungan profesi.

Sugiat menekankan bahwa perlindungan hukum profesi guru harus dipertegas dalam undang-undang, serupa dengan perlindungan yang diberikan kepada profesi dokter, pengacara, dan wartawan.

  • Pemisahan Tindakan: Diperlukan pasal yang jelas dalam revisi RUU untuk memisahkan antara tindakan yang bersifat pidana dan pelanggaran profesi, sehingga guru tidak mudah dikriminalisasi saat menjalankan tugas profesionalnya.

Tata Kelola Guru dan Isu Politik Lokal

Sugiat juga mengkritisi sistem pengelolaan guru yang terdesentralisasi, yang dinilai menghadirkan nuansa politik yang kuat dan menghambat distribusi guru secara merata.

“Pengelolaan sistem pendidikan yang terdesentralisasi seperti ini pada akhirnya menghadirkan nuansa politik sangat kuat karena institusi sekolah secara tidak langsung harus tunduk kepada kepala daerah,” katanya.

Keterlibatan politis ini terjadi karena Kepala Sekolah dipilih oleh Kepala Daerah melalui Dinas Pendidikan, yang berpotensi memaksa guru dan kepala sekolah terlibat dalam politik elektoral, terutama pada momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Revisi UU diharapkan mampu memperbaiki tata kelola ini dan memastikan guru ASN tidak dimanfaatkan secara politis.


Rekomendasi Pemerintah dalam Rapat Kerja

Rapat kerja Baleg DPR dengan Kemendikdasmen dan Kemenag pada Rabu (19/11) juga memunculkan beberapa rekomendasi penting dari pihak pemerintah:

  • Wamendikdasmen Atip Latipulhayat: Mengusulkan agar guru diatur sebagai profesi murni. Tujuannya adalah membebaskan guru ASN dari berbagai urusan administratif yang tidak relevan dengan tugas mengajar, sehingga mereka dapat fokus pada peningkatan mutu pembelajaran.
  • Dirjen GTK Kemendikdasmen Nunuk Suryani: Mengusulkan pengelolaan guru dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Sentralisasi ini dianggap penting untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata.
  • Menteri Agama Nasaruddin Umar: Menyatakan ada banyak guru di bawah Kemenag, khususnya guru madrasah non-ASN, yang mengalami nasib serupa dengan hanya digaji Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan. Ia menegaskan bahwa masalah ini memerlukan solusi segera dalam revisi undang-undang.

Usulan revisi UU Guru dan Dosen ini menjadi momentum penting untuk mewujudkan janji konstitusi, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, yang harus diawali dengan menjamin kemuliaan dan kesejahteraan para pendidiknya.

Anda mungkin juga suka...