Pembangun Pabrik Soda Ash Pertama di Indonesia Resmi Dimulai, Investasi Rp 5 Triliun Jadi Tonggak Sejarah Swasembada Industri Kimia Nasional
Ekonomi Nasional

Pembangun Pabrik Soda Ash Pertama di Indonesia Resmi Dimulai, Investasi Rp 5 Triliun Jadi Tonggak Sejarah Swasembada Industri Kimia Nasional

Jakarta – Upaya panjang Indonesia selama lebih dari tiga dekade untuk memiliki pabrik natrium karbonat atau soda ash akhirnya membuahkan hasil. Dengan investasi mencapai sekitar Rp 5 triliun, proyek pembangunan Pabrik Soda Ash pertama di Indonesia secara resmi dimulai melalui proses groundbreaking di Kawasan Industrial Estate (KIE) Bontang, Kalimantan Timur, pada Jumat pekan lalu.

Baca Juga : Terobosan Dagang AS-China: Trump Pangkas Tarif, Xi Jamin Fentanyl dan Kedelai

Pabrik ini merupakan manifestasi nyata dari program hilirisasi industri kimia nasional yang menjadi fokus strategis pemerintah, bertujuan untuk menekan ketergantungan impor dan mendorong kemandirian industri dalam negeri.

Mengakhiri Ketergantungan Impor Tiga Dekade

Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menyampaikan bahwa pembangunan pabrik ini menandai sebuah tonggak bersejarah. Selama bertahun-tahun, Indonesia telah berjuang untuk mewujudkan pembangunan pabrik ini, namun selalu gagal.

“Sudah lebih dari tiga dekade Indonesia berupaya memiliki pabrik soda ash, tidak berhasil. Dan hari ini kita mulai pembangunan pabrik pertama di Indonesia,” tegas Rahmad Pribadi di lokasi acara.

Saat ini, Indonesia masih mengimpor sekitar 1 juta ton soda ash setiap tahunnya dari berbagai negara, seperti Amerika Utara hingga China, dengan volume impor yang terus tumbuh sekitar 5-6% per tahun. Rahmad menekankan bahwa tanpa pembangunan pabrik ini, devisa negara yang harus dikeluarkan akan terus membengkak.

Kapasitas Produksi dan Penghematan Devisa

Berlokasi di atas lahan seluas 16 hektar (ha), pabrik ini ditargetkan rampung pada Maret 2028, dengan persiapan pembangunan telah dimulai sejak Juni 2025. Proyek ambisius ini digarap oleh konsorsium kontraktor PT TCC Indonesia Branch Enviromate Technology International (ETI) dan PT Rekayasa Industri (Rekind).

Direktur Utama Pupuk Kaltim, Gusrizal, menjelaskan bahwa total investasi proyek mencapai sekitar Rp 5 triliun, yang didanai secara mandiri oleh perusahaan dan didukung oleh perbankan nasional.

Setelah beroperasi, pabrik ini akan memiliki kapasitas produksi signifikan, yakni menghasilkan 300.000 ton soda ash per tahun. Angka ini diharapkan dapat menggantikan kebutuhan impor soda ash hingga 30% dari total impor nasional saat ini.

Soda ash (natrium karbonat/Na2CO3) sendiri adalah senyawa kimia berbentuk bubuk putih yang sangat vital sebagai bahan baku utama dalam berbagai sektor, seperti pembuatan kaca, deterjen, pengolahan air, dan produksi kertas.

Menghasilkan Dua Produk Strategis

Keunggulan lain dari pabrik ini adalah penggunaan bahan baku yang sudah tersedia di dalam negeri. Beberapa bahan baku utama pembuatan soda ash, yaitu CO2 dan amonia, dapat dipasok secara luas dari fasilitas produksi milik Pupuk Kaltim maupun Pupuk Indonesia Grup.

Tidak hanya soda ash, pabrik ini juga akan menghasilkan produk sampingan (by-product) strategis berupa amonium klorida sebanyak 300.000 ton per tahun.

Produksi amonium klorida ini sangat penting karena dapat berfungsi sebagai bahan baku pupuk yang sangat dibutuhkan untuk perkebunan kelapa sawit. Rahmad menjelaskan bahwa hasil produksi ini diharapkan dapat menekan impor bahan baku pupuk senilai Rp 250 miliar per tahun, melengkapi fungsi pabrik dalam mengurangi impor soda ash.

Mendukung Industri Baterai dan Ekonomi Hijau

Sementara itu, Senior Director of Business Performance & Assets Optimization PT Danantara Asset Management (Persero), Bhimo Aryanto, menyoroti peran strategis soda ash dalam pengembangan industri masa depan.

“Soda ash menjadi salah satu bahan yang juga penting untuk membuat litium karbonat, bahan utama baterai kendaraan listrik,” ujar Bhimo.

Menurut Bhimo, pabrik ini tidak hanya mengurangi impor secara bertahap, tetapi juga membuka jalan bagi potensi ekspor di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan visi hilirisasi industri kimia nasional.

Selain manfaat industri, pembangunan pabrik ini juga membawa dampak positif bagi daerah. Proyek ini diperkirakan dapat menyerap sekitar 800 tenaga kerja selama masa konstruksi, dan menciptakan ribuan lapangan kerja lokal serta ratusan pekerjaan permanen saat beroperasi.

Bhimo berharap keberadaan pabrik ini dapat mendongkrak perekonomian Kota Bontang dari 9,8% menjadi 10,5%, serta menjadi tolok ukur atau benchmark baru bagi industri kimia hijau di Indonesia.

Anda mungkin juga suka...