Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali memicu perdebatan publik dengan keputusannya yang mengejutkan terkait dokumen persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Melalui Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025, KPU menetapkan sejumlah dokumen penting, termasuk ijazah, sebagai informasi publik yang dikecualikan. Artinya, dokumen-dokumen tersebut tidak dapat diakses oleh publik tanpa persetujuan dari yang bersangkutan.
Baca Juga : Kronologi Tragis: Anggota TNI Gugur Setelah Melerai Keributan di Kafe Wonosobo
Keputusan ini ditandatangani oleh Ketua KPU, Affifuddin, pada 21 Agustus 2025. Total ada 16 dokumen yang tercantum dalam keputusan tersebut, mencakup berbagai hal mulai dari data pribadi hingga rekam jejak hukum. Salah satu poin yang paling disorot adalah bukti kelulusan, seperti fotokopi ijazah, yang kini dikategorikan sebagai informasi tertutup.
Alasan di Balik Keputusan KPU
Dalam penjelasannya, KPU berdalih bahwa pembukaan informasi dokumen persyaratan dapat menimbulkan konsekuensi bahaya dan mengungkap data pribadi. KPU menegaskan bahwa informasi yang ada di dalam ijazah berada di luar kewenangan mereka.
“Informasi dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat mengungkap informasi pribadi seseorang… data/informasi tidak dikuasai/di luar kewenangan KPU,” ujar KPU.
KPU juga merujuk pada beberapa peraturan, seperti Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2014 dan Nomor 22 Tahun 2018, yang mengatur pencalonan dalam pemilihan umum. Keputusan ini dinilai sebagai langkah untuk melindungi data pribadi calon, meskipun di sisi lain, hal ini dianggap menghambat transparansi dan akuntabilitas publik.
Daftar Dokumen yang Dikecualikan
Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 memuat daftar lengkap 16 dokumen yang tidak dapat diakses secara bebas oleh publik. Dokumen-dokumen ini mencakup:
Identitas dan Riwayat Hidup:
- Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) dan akta kelahiran.
- Surat keterangan catatan kepolisian (SKCK).
- Surat keterangan kesehatan.
- Daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak.
- Surat pernyataan tidak terlibat organisasi terlarang dan G.30.S/PKI.
Data Keuangan dan Hukum:
- Laporan harta kekayaan pribadi (LHKPN) kepada KPK.
- Surat keterangan tidak sedang pailit atau tidak memiliki tanggungan utang.
- Fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan bukti pembayaran pajak 5 tahun terakhir.
- Surat keterangan tidak pernah dipidana penjara 5 tahun atau lebih.
Dokumen Pencalonan:
- Surat pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota DPR/DPD/DPRD.
- Surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 kali masa jabatan.
- Surat pernyataan setia kepada Pancasila dan UUD 1945.
- Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah.
- Surat pernyataan kesediaan dicalonkan.
- Surat Pengunduran Diri:
- Surat pengunduran diri dari anggota TNI, Polri, dan PNS.
- Surat pengunduran diri dari karyawan atau pejabat BUMN/BUMD.
Respons Istana dan Implikasi Keputusan
Menanggapi keputusan ini, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg), Juri Ardiantoro, menyatakan bahwa pihak eksekutif tidak bisa mengintervensi KPU. Menurutnya, KPU adalah lembaga independen yang keputusannya harus dijadikan pedoman.
“Ya kan sudah dijelaskan oleh KPU, itu yang jadi pedoman kalianlah. Kan nggak bisa kita, KPU itu lembaga independen,” kata Juri.
Keputusan KPU ini memicu pertanyaan tentang transparansi dan hak publik untuk mengetahui rekam jejak calon pemimpinnya. Di satu sisi, KPU berupaya melindungi informasi pribadi, namun di sisi lain, hal ini bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap proses verifikasi calon. Pembatasan akses terhadap dokumen-dokumen penting, terutama ijazah, dapat memicu spekulasi dan perdebatan, terlebih jika ada keraguan terhadap keaslian atau keabsahan dokumen.
Bagaimana menurut Anda, apakah keputusan KPU ini sudah tepat dalam menyeimbangkan perlindungan data pribadi dan hak publik untuk transparansi?