Jakarta – Kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang sebuah bank di Jakarta, M. Ilham Pradipta (37), akhirnya menemui titik terang. Kasus yang mengejutkan publik ini berawal dari modus kejahatan terorganisir yang menyasar rekening dormant atau rekening tak aktif. Berdasarkan penyelidikan mendalam, terungkap bahwa selembar kartu nama milik Ilham menjadi awal dari petaka yang merenggut nyawanya.
Baca Juga : Demonstrasi Ojek Online di DPR dan Kemenhub: Tuntutan dan Dampak Lalu Lintas
Ilham ditemukan tewas mengenaskan di semak-semak kawasan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, pada Kamis (21/8). Jasadnya ditemukan dalam kondisi terikat lakban di wajah, kaki, dan tangan. Peristiwa ini terjadi setelah Ilham diculik dari area parkir sebuah supermarket di Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Rabu (20/8). Hingga kini, pihak kepolisian telah menetapkan 15 tersangka sipil dan dua prajurit Kopassus, yaitu Kopda FH dan Serka N. Satu pelaku lainnya, berinisial EG, masih dalam pengejaran.
Motif di Balik Kejahatan: Mengincar Rekening ‘Tidur’
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan bahwa para pelaku, yang dipimpin oleh tersangka berinisial C alias Ken, berencana mencuri dana dari rekening dormant. Untuk melancarkan aksinya, mereka membutuhkan persetujuan dari seorang kepala cabang bank.
Awalnya, para pelaku mencoba mencari kepala cabang yang bersedia diajak bekerja sama, namun tidak berhasil. “Selama sebulan mencari, tidak ada satu pun kepala cabang yang bisa dibujuk,” ujar Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Abdul Rahim.
Frustasi karena upaya persuasif gagal, mereka mengubah strategi menjadi tindakan penculikan. Di sinilah kartu nama Ilham berperan penting.
Jejak Kartu Nama dan Pertemuan yang Menyesatkan
Menurut polisi, Ilham dipilih secara acak dari kumpulan kartu nama yang dimiliki oleh tersangka. “Ini dipilih secara random karena kebetulan salah satu tersangka ini punya kartu namanya saja awalnya. Jadi tidak ada yang kenal dengan korban,” jelas Kombes Wira.
Namun, kuasa hukum keluarga Ilham, Boyamin Saiman, menyampaikan dugaan lain. Ia mengungkapkan bahwa korban dan otak penculikan, C alias Ken, pernah bertemu sebelumnya. Ilham diduga pernah menawarkan kerja sama bisnis terkait pemasangan Electronic Data Capture (EDC) untuk Ken, yang saat itu sedang membangun bisnis. Saat pertemuan itulah, Ilham memberikan kartu namanya.
Menurut Boyamin, hal ini menepis dugaan bahwa pemilihan Ilham sepenuhnya acak. Kartu nama yang disimpan oleh Ken itulah yang kemudian menjadi alat bagi komplotan untuk menargetkan Ilham sebagai korban penculikan. “Karena almarhum sudah pernah mendatangi yang bersangkutan untuk memberikan kartu nama,” tambah Boyamin.
Dugaan Lain dari Keluarga dan Perkembangan Terbaru
Pihak keluarga juga menduga bahwa komplotan ini sempat mencoba mendekati Ilham di kantornya di Cempaka Putih. Seseorang yang diduga bagian dari sindikat ini datang dengan dalih mengurus ATM, namun tidak membawa KTP. Anehnya, orang tersebut terus-menerus meminta bertemu dengan pimpinan cabang, yang tidak lain adalah Ilham. Upaya ini, meskipun tidak berhasil, mengindikasikan bahwa para pelaku sudah memantau pergerakan Ilham.
Hingga saat ini, proses hukum terus berjalan. Polisi berfokus pada pengembangan kasus untuk menemukan sumber data rekening dormant yang digunakan oleh para tersangka. Sementara itu, pihak keluarga Ilham, melalui kuasa hukumnya, telah mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai langkah antisipasi. Keluarga juga mendesak agar para pelaku dijerat dengan pasal pembunuhan berencana, mengingat kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan dengan motif yang jelas.
Kasus ini menjadi peringatan keras tentang bahaya kejahatan terorganisir yang memanfaatkan data pribadi dan celah keamanan perbankan.